Biaya PLTU Batu Bara “Murah” Tapi Berikan 7 Dampak Negatif Lingkungan

Terra Drone Indonesia berhasil melakukan inspeksi ROW dan tower SUTET di UPT Salatiga, Jawa Tengah, pada 252 tower menggunakan drone multirotor. (axialnews)
Iklan Pemilu

AXIALNEWS.id | Banyak negara di dunia kini tidak lagi menggunakan batu bara sebagai sumber energi dengan alasan utama mempengaruhi kondisi lingkungan.

Sayangnya, meskipun banyak negara di dunia mengurangi penggunaan batu bara, Asia Tenggara, termasuk Indonesia, justru menurunkan konsumsi batu bara. Alasan pemerintah Indonesia tetap menggunakan batu bara terlepas dari dampak negatifnya tidak lain adalah karena biayanya yang relatif “murah”.

Berdasarkan kajian Asosiasi Energi Internasional (IEA) tahun 2016, penggunaan batu bara sebagai pembangkit tenaga listrik diprediksi akan meningkat hingga tiga kali lipat dalam dua puluh tahun ke depan.

Tentu saja hal ini menjadi masalah tersendiri mengingat dampak negatif yang dibawa oleh PLTU batu bara bukanlah sesuatu yang layak diabaikan. Lalu, apa saja dampak negatif PLTU batu bara tersebut?

BERITA TERKAIT:
Dampak Buruk PLTU Batu Bara terhadap Lingkungan dan Kesehatan Makhluk Hidup

Ditinggalkan China dan India, Justru PLTU Batu Bara Bangkit di Indonesia

PLTU Batu Bara Matikan Ruang Hidup Warga, Aktivis: Bebaskan Sumatera dari Energi Kotor

Berikut informasinya!

1. Gangguan sistem pernapasan dan potensi kematian dini

Gangguan sistem pernapasan merupakan salah satu dampak negatif paling ringan yang disebabkan oleh banyaknya PLTU batu bara. Dampak negatif ini sering dialami oleh masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU batu bara.

Merujuk pada laporan kolaborasi Greenpeace dan Universitas Harvard pada bulan Agustus 2015 lalu, gangguan sistem pernapasan ini bahkan dapat menyebabkan kematian dini pada tingkat yang lebih parah.

Sebagai contoh, Greenpeace mengatakan estimasi emisi PLTU Jepara sudah menyebabkan tidak kurang dari 1.020 kematian dini per tahun hingga tahun 2012 saja. PLTU Jepara sendiri merupakan PLTU batu bara yang memiliki jumlah produksi energi listrik sebesar 2640 MW dan sudah beroperasi sejak tahun 2006.

Meski menghasilkan energi uap yang dibutuhkan masyarakat, kehadiran PLTU batu bara sangat meresahkan karena mengancam nyawa penduduk sekitar.

Berdasarkan data Greenpeace, tidak kurang dari 20 anak-anak pada usia di bawah usia lima tahun meninggal akibat infeksi saluran pernafasan akut. Terdapat 90 kematian lainnya yang disebabkan oleh penyakit pernapasan kronis.

Baca Juga  PLTU Batu Bara Matikan Ruang Hidup Warga, Aktivis: Bebaskan Sumatera dari Energi Kotor

Selain itu, sebanyak 60 kematian disebabkan oleh kanker paru-paru obstruktif kronis, 450 akibat kematian stroke, dan 400 kematian akibat penyakit jantung iskemik.

Besarnya jumlah kematian akibat gangguan pernapasan yang dipicu oleh PLTU batu bara ini tentu menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan untuk kebijakan yang lebih baik ke depan.

2. Mengancam nyawa

Secara historis, penambangan batu bara merupakan pekerjaan yang sangat berbahaya bagi mereka yang terlibat. Tambang batu bara bawah tanah cenderung mudah runtuh, membawa potensi membahayakan bagi penambang.

Adanya modernisasi industri pertambangan batu bara saat ini memang telah secara drastis mengurangi risiko tersebut. Misalnya seperti di AS, jumlah penambang batu bara mati per tahun selama proses penambangan turun dari yang jumlahnya ratusan hingga ribuan menjadi puluhan. Namun, tetap saja, kegiatan ini sangat mengancam nyawa.

3. Pelepasan polusi

Dampak negatif PLTU batu bara juga berupa polutan yang dibiarkan selama proses penambangan.Sebagian besar polusi besar ini disebabkan oleh teknik yang dikenal sebagai pemindahan puncak gunung, di mana ‘lapisan penutup’ di atas lapisan batu bara dipindahkan ke lembah, bersama dengan limbah lain dari proses penambangan.

Penghilangan puncak gunung menyebabkan kontaminasi pada tanah yang ditemukan bersama dengan batu bara. Bahan beracun ini sering tersapu ke ekosistem oleh hujan dan aliran yang telah terkubur di lembah.

4. Merusak ekosistem

Yang tidak kalah pentingnya, PLTU batu bara juga dapat merusak ekosistem. Deforestasi dan penghapusan aliran karena pemindahan puncak gunung berdampak buruk pada ekosistem. Secara khusus, kondisi ini mampu merusak keanekaragaman hayati ekosistem lokal dengan menghilangkan atau membunuh populasi spesies.

Upaya mediasi ulang lingkungan saat ini tidak mampu menggantikan jasa ekosistem yang pernah disediakan oleh ekosistem hidup di daerah sebelum mereka mengalami pemindahan puncak gunung.

Baca Juga  Hakordia 2024, Kajati Sumut: Korupsi Ancaman Bangsa

Ekosistem yang dulunya sebagian besar berupa hutan dengan banyak pohon yang tumbuh kembali dengan rumput liar. Aliran yang merupakan bagian integral dari ekosistem lokal dipenuhi dengan limbah dan puing-puing sisa penambangan.

Regulasi lingkungan yang lemah memungkinkan proses mediasi ulang yang sangat buruk ini. Jika diperlukan penataan ekosistem yang lebih menyeluruh, banyak proyek pemindahan puncak gunung yang tidak akan lagi layak secara ekonomi.

Bila membahas manfaat yang dibawa dari tanah atau lahan bekas penambangan memang tidak sama sekali tidak ada. Tanah bekas penambangan memang bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti pengembangan real estate, penggembalaan, dan peternakan hewan buruan.

Selain itu, penjualan kayu juga bisa mendapat penghasilan tambahan sebelum penambangan dimulai jika kayu-kayunya tidak terbakar begitu saja. Namun, perlu diingat dan menjadi catatan penting yang dampak negatifnya sama sekali tidak bisa diabaikan.

Salah satu perubahan yang paling mencolok dan mudah terlihat adalah dampaknya terhadap deforestasi dan perubahan topografi. Sungguh memalukan Indonesia harus mengorbankan situs-situs keindahan alam yang ada, serta keberadaan makhluk hidup yang cukup beruntung tinggal di area pertambangan hanya demi mengekstraksi sejumlah kecil batu bara.

5. Menghasilkan jutaan ton limbah

Jutaan ton produk limbah yang tidak dapat digunakan kembali dihasilkan dari PLTU batu bara. Selain fakta bahwa produk limbah ini berkontribusi pada masalah pembuangan limbah, limbah yang dihasilkan oleh PLTU batu baru juga mengandung zat berbahaya.

Limbah yang terus menumpuk akan membawa dampak yang sangat berbahaya terhadap kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.

6. Emisi berbahaya

PLTU batu batu juga memiliki dampak negatif karena bisa melepaskan zat berbahaya bagi lingkungan. Zat berbahaya yang dimaksud termasuk merkuri, belerang dioksida, karbon monoksida, merkuri, selenium, dan arsenik.

Berbagai zat berbahaya tersebut tidak hanya dapat menyebabkan hujan asam, namun juga sangat berbahaya bagi manusia. Dalam jangka panjang, emisi zat berbahaya yang semakin besar akan mengancam kondisi manusia dan alam sekitar.

Baca Juga  Sebelum Debat Ketiga, Akun Medsos Prabowo Banjir Pujian Warganet

7. Abu terbang

Abu terbang (fly ash) adalah sisa dari hasil pembakaran batu bara pada pembangkit listrik. Sisa hasil pembakaran ini terdiri dari partikel-partikel halus dan mengandung sejumlah besar silikon dan kalsium oksida serta proporsi yang lebih kecil dari logam berat seperti merkuri dan arsenik.

Abu terbang merupakan bahan yang sangat beracun. Oleh karena itu, sejak terbentuknya EPA, peraturan emisi diperketat dengan mewajibkan penghapusan fraksi abu terbang yang lebih besar dari emisi atmosfer.

Di dunia barat, lebih dari 99% abu terbang dikumpulkan. Meskipun cara tersebut bermanfaat untuk menjaga kualitas udara di seluruh dunia, hal tersebut menciptakan bentuk limbah baru berbahaya yang perlu ditangani.

Berbeda dengan polutan lain yang dihasilkan oleh pembakaran batu bara, ada volume besar dan massa abu terbang yang perlu ditangani. Di AS saja, 129 juta ton abu terbang diproduksi setiap tahun.

Sementara sebagian dari abu ini didaur ulang untuk keperluan lain seperti pengisi beton, sejumlah besar abu tersebut disimpan di kolam abu dan tempat pembuangan sampah. Jadi, bisa disimpulkan bahwa penimbunan abu terbang bukanlah solusi.

Penimbunan abu terbang yang jumlahnya terus meningkat hanya akan menjadi bom waktu yang akan meledak suatu saat. Jika bencana terjadi akibat abu terbang yang jumlahnya di luar kendali terjadi, tidak hanya kondisi lingkungan yang menjadi ancaman, namun juga nyawa manusia di sekitarnya.

Dengan banyaknya dampak negatif PLTU batu bara, sudah sepantasnya pemerintah Indonesia kembali mengkaji ulang kebijakan untuk terus menggunakan batu bara dalam jangka waktu yang panjang.

Berbagai dampak negatif tersebut sangat mungkin dirasakan dalam waktu dekat dan menyebabkan penyesalan di kemudian hari. Sebagai langkah awal, Anda bisa beralih menggunakan pembangkit listrik dengan energi yang lebih ramah lingkungan seperti energi panel surya. Semoga informasi di atas bermanfaat untuk Anda!
Sumber: solarkita.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

Contact Us