
AXIALNEWS.id [dibaca: eksil nius] — Inspirasi | Pendidikan (Perkaderan) Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatif modernisme dan dampak era post truth.
Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi (Syafi’i Ma’arif).
Selama ini pendidikan Islam masih cenderung dikotomis, terpisah secara diametral, yakni pendidikan yang hanya menekankan dimensi transendensi tanpa memberi ruang pada aspek humanisasi dan liberasi dan atau sebaliknya pendidikan Islam yang hanya menekankan dimensi humanisasi dan liberasi dengan mengabaikan aspek transendensi.
Dalam teori sosialnya Kuntowijoyo (alm) dikenal dengan Ilmu Sosial Profetik (Isnanto, 2017).
Sebab itu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) melaksanakan pendidikan untuk membentuk kader Ummat, kader Bangsa dan kader Persyarikatan dengan penguatan pada tiga kompetensi dasar utama sekaligus yaitu kompetensi intelektualitas, humanitas dan religiusitas (Rajiah & Rusydi, 2016).
Sementara kader di IMM adalah kelompok inti organisasi yang menggerakan organisasi untuk sampai pada tujuannya “menjadi akademisi islam yang berakhlak mulia demi tercapainya cita-cita Muhammadiyah yaitu masyarakat islam yang sebenar-benarnya”.
Karena itu IMM mengembangkan pola perkaderan atau proses pendidikan bagi kader-kadernya. Disusun dalam buku pedoman perkaderan yang disebut dengan Sistem Perkaderan Ikatan (SPI).
Dalam proses perkaderan IMM membawa misi gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan islam berkemajuan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, islam berkemajuan merupakan gagasan keagamaan yang mengedepankan praksis humanisme universal.
Salah satu kontekstualisasi terpenting dari gagasan fundamental islam berkemajuan yang diupayakan Muhammadiyah adalah Dar al-‘Ahd wa alShahadah. Artinya, Indonesia yang sebenarnya merupakan negara pancasila, dipandang sebagai negara perjanjian (dar al-‘ahd) dan persaksian (al-shahadah).
Hal itu bertujuan untuk memberikan pedoman bagi para aktivis Muhammadiyah mengenai hubungan negara dan persyarikatan, sebagai fondasi pertahanan ideologis, sebagai alat harmonisasi politik, dan manifestasi intelektual dan politik yang menekankan pentingnya nasionalisme kebangsaan (Hasnan, 2010).
Karena itu sebagai organisasi otonom Muhammadiyah. Konsepsi islam berkemajuan sebagai gerakan humanisme dan kebangsaan menjadi pedoman sekaligus spirit bagi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dalam melaksanakan kaderisasi pada ranah kemahasiswaan, kemasyarakatan dan keislaman dalam konteks kebangsaan menjadi sangat penting dan terdesak mengingat berbagai krisis kebangsaan, terutama dalam hal merawat keberagaman di era post truth saat ini.