AXIALNEWS.id | Kasus Kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat Tahun 2023 semakin menimbulkan polemik.
Ratusan guru honorer korban seleksi PPPK Langkat saat ini terus memperjuangkan keadilan baik di Polda Sumut dan PTUN Medan.
Namun, perjuangan panjang ratusan guru honorer terus mendapatkan tantangan dan hambatan, di antaranya:
Tidak berhenti disitu, kali ini seorang guru honorer, Meilisya Ramadhani yang mengungkap kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaran seleksi PPPK Langkat 2023 dilaporkan ke Polres Langkat.
Laporan diduga dilakukan Pengacara/Kuasa Hukum dari Kadis Pendidikan Langkat (Tersangka), yakni Togar Lubis atas dugaan tidak pidana pemalsuan sebagaimana berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STTLP/B/502/IX/2024/SPKT/POLRES LANGKAT/POLDA SUMATERA UTARA, tertanggal 24 September 2024.
Diketahui pengacara ini juga merupakan kuasa hukum dari Pj Bupati Langkat (Tergugat) dalam sengketa TUN Nomor: 30/G/2024/PTUN.MDN yang diajukan ratusan guru honorer (Penggugat) dan sedang berproses di PTUN Medan.
Meilisya Ramadhani adalah guru honorer SMP N 1 Tanjung Pura Langkat. Dirinya mengungkap adanya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat 2023.
Hal tersebut diketahui Meilisya ketika adanya nilai seleksi kompetensi teknis tambahan (SKTT) dalam pengumuman kelulusan yang ditanda tangani Plt Bupati Langkat Syah Afandin.
Sebagaimana PENGUMUMAN NOMOR: 810/2998/BKD/2023 TENTANG HASIL SELEKSI KOMPETENSI PENERIMAAN CALON APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANGKAT SERTA PENGISIAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP UNTUK PENGUSULAN PENETAPAN NI PPPK JABATAN FUNGSIONAL TAHUN ANGGARAN 2023 BERSERTA LAMPIRANNYA TANGGAL 22-12-2023.
Padahal, diketahui bersama jika dalam seleksi PPPK Langkat 2023 tidak ada jadwal dan kegiatan SKTT.
Akibat adanya pengumuman tersebut 103 guru honorer dinyatakan tidak lulus PPPK Langkat. Seyogianya para guru yang dinyatakan tidak lulus mendapatkan nilai yang tinggi dan sesuai passing grade.
Kemudian anehnya lagi, salah satu guru yang berjuang, Dinda Nurfan mendapatkan nilai CAT tertinggi dalam formasi guru se-Langkat dengan skor 601, dinyatakan tidak lulus.
Namun dikarenakan adanya pencantuman nilai SKTT yang tidak pernah diikutinya, bersangkutan mendapatkan nilai dan parahnya nilai tersebut sangat tidak masuk akal.
Beranjak dari adanya kejanggal terhadap pengumuman Plt Bupati tersebut, Meilisya dan para guru melakukan investigasi dan alhasil dalam investigasi tersebut ditemukan banyaknya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK Langkat.
Semisal, adanya SKTT yang tiba-tiba yang tidak berdasarkan aturan hukum (diselundupkan).
Kemudian adanya guru yang diduga siluman dalam artian tidak pernah mengajar jadi guru, dan parahnya terdaftar sebagai honorer PUPR Langkat tetapi lulus PPPK.
Serta adanya praktik suap dengan nilai fantastis diduga Rp 40 juta Rp 80 juta untuk meluluskan guru yang mengikuti seleksi PPPK Langkat.
Banyaknya persamalahan tersebut membuat ratusan guru honorer yang menjadi korban PPPK Langkat melakukan aksi damai terhadap Plt Bupati saat itu Syah Afandin (Ondim), RDP ke DPRD Langkat.
Para guru juga melaporkan kasus ini ke Polda Sumut dan mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Upaya yang dilakukan para guru mendapatkan jawaban, terkait laporan dugaan tindak pidana korupsi tersebut Polda Sumut telah menetapakan 5 tersangka, yaitu:
Namun hari ke-5 tersangka tersebut tidak ditahan.
Parahnya, laporan yang dibuat oleh diduga pengacara Kadis Pendidikan tersebut lebih kurang sepekan setelah penetapan Kadis Pendidikan, Kepala BKD dan Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumut.
Dan tepat dua hari sebelum putusan PTUN Medan tanggal 26 September 2024.
Perlu diketahui Meilisya juga dihadirkan para guru di PTUN Medan sebagai saksi guna memberikan keterangan tentang adanya kecurang seleksi PPPK Langkat 2023.
Maka dugaan kuat pelaporan terhadap Meilisya adalah Upaya Pembungkaman dan Kriminalisasi. Serta upaya membuat guru-guru honorer lainya takut untuk terus berjuang.
Namun hal tersebut salah besar, adanya upaya kriminalisasi membuat para guru semakin semangat melawan ketidakadilan dan membongkar kasus dugaan korupsi PPPK sampai keakar-akarnya.
Dugaan kriminalisasi yang coba dilakukan pengacara Kadis pendidikan tersebut dapat dilihat secara terang benderang (Cetho welo-welo), ketika dalam laporanya menyebutkan/ menuliskan yang menjadi korban adalah Negara Republik Indonesia.
LBH Medan selaku kuasa hukum Meilisya dan ratusan guru honorer Langkat membenarkan jika Meilisya ikut seleksi PPPK Langkat 2023 dan dinyatakan lulus.
Kemudian Meilisya mengundurkan diri dikarenakan mengikuti kontestasi politik yang didaftarkan oleh Partai PKS.
Pengunduran diri tersebut diamini Plt Bupati Syah Afandin secara hukum sebagaimana berdasarkan Pengumuman Nomor: 810-407/BKD/2024 Tentang Pembatalan Kelulusan Pelamar PPPK Formasi Tahun 2023 di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Langkat, tertanggal 19 Februari 2024, berdasarkan adanya surat pengunduran diri Meilisya tertanggal 26 Desember 2024.
Oleh karena itu, LBH Medan menilai jika pelaporan terhadap Meilisya adalah bentuk nyata kriminalisasi dan intmidasi terhadap para guru yang terus menyuarakan kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat.
Bahwa upaya kriminalisasi sesunguhnya telah bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, ICCPR dan Duham.(*)
Pres Rilis LBH Medan, 26 September 2024.