Iklan Pemilu

Wartawan adalah Patriot, Goresan Tintanya untuk Indonesia

Pemateri Fotografi, Alex Subhan (tengah kiri) dan Kepsek SJI Sumut Sugiatmo (tengah kanan) bersama peserta SJI, Selasa (24/9/2024) di Hotel Grand Inna Medan.
Iklan Pemilu

AXIALNEWS.id | Wartawan atau jurnalistik memiliki tugas begitu mulai, perannya ikut serta membangun kemajuan bangsa sejak masa kemerdekaan.

Pers di Indonesia menempati posisi strategis menjadi pilar keempat demokrasi.

Pers punya peran penting mencerdaskan bangsa, mewujudkan keseimbangan demokrasi dan peradaban rakyat Indonesia.

Memiliki peran sebegitu penting, mengharuskan seorang Jurnalisme wajib memiliki jiwa cinta tanah air dan nasionalisme dalam balutan semangat kebangsaan.

“Pers harus berwawasan kebangsaan,” cetus Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun di Hotel Grand Inna Medan, Senin (23/9/2024).

Pers Berwawasan Kebangsaan merupakan materi yang dikupas Hendry Ch Bangun dalam Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI).

Giat ini diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan Sumatera Utara (Sumut) diikuti 40 peserta, diselenggarakan lima hari, 23 – 27 September.

SJI PWI Sumut ini perdana dan urutan kelima dilaksanakan di Indonesia.

Pesertanya dari berbagai organisasi pers seperti PWI, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dan dari kalangan usia berbeda, kisaran 22 tahun hingga 40 tahun.

Mereka para wartawan beruntung karena berkesempatan mengikuti SJI, terdiri dari media online, radio, media cetak, televisi dan mahasiswa.

Kesemuanya menyatu dalam semangat untuk menjadi Jurnalisme berwawasan kebangsaan, berintegritas, multitasking, dan berpikir kritis.

Semangat itu muncul dan menjadi tujuan, membludak dalam jiwa sanubari sebab menyadari Pers memiliki peran strategis sebagai sosial kontrol dalam arah pembangunan bangsa.

Lantaran setiap goresan tintanya atau ketikan jemarinya yang disampaikan ke publik melalui media massa menjadi isu yang mempengaruhi perkembangan sosial, budaya, ekonomi dan pola pikir masyarakat.

Sadar perannya ikut berkontribusi dalam peradaban bangsa, para Jurnalisme Indonesia harus bertekad membekali diri dengan beragam pengetahuan dan mampu mengikuti perkembangan zaman.

“Kalian sangat beruntung, banyak yang mau ikut SJI ini tapi tidak berkesempatan karena terhalang usia dan kuota yang sudah penuh,” sebut Ketua PWI Sumut Farianda Putra Sinik di pembukaan SJI, Senin (23/9/2024).

“Jadi manfaatkan kesempatan ini dengan baik, belajar yang serius, kesempatan ini sangat mahal,” tambahnya.

Perlu diketahui, para menteri yang dihadirkan wartawan bergelar profesor dan doktor (S3) jebolan Kompas, Tempo, Liputan6, TV One, Katadata dan media besar lainnya.

Kesemuanya berpengetahuan mendalam dan punya pengalaman panjang di dunia pers, telah melewati berbagai fase zaman berbeda yang punya keunikannya sendiri.

Baca Juga  SPS Anugerahkan Sahabat Utama Pers ke Irjen Panca

Jiwa Nasionalisme Jurnalis

Santai tapi serius, menjadi ciri mimik wajah peserta SJI. Hikmad saat mendengarkan paparan pemateri dan kritis saat berdiskusi dan melontarkan pertanyaan.

Ya…harus diakui membuat kelas yang tak sampai seminggu ini terasa aktif, serius, gembira dan akrab.

Ketua PWI Pusat menjelaskan wawasan adalah sebuah sudut pandang atau keberpihakan. Sedangkan kebangsaan adalah rasa cinta tanah air.

Jadi Pers Berwawasan Kebangsaan adalah jurnalisme yang torehan tulisannya memiliki rasa nasionalisme dan menggambarkan semangat patriotisme.

“Karya jurnalistik harus mencerminkan nasionalisme. Wartawan juga harus berintelektual,” tandas wartawan jebolan Kompas itu.

Misalnya saat media luar memberitakan pohon kelapa sawit di Indonesia merusak, maka Pers Indonesia harus membuat tulisan lawan tanding.

Menyajikan berita yang dimuat berlandaskan pengamatan dan fakta, bawah pohon sawit di Indonesia tidak merusak alam, sebaliknya banyak memberikan manfaat ekonomi bagi rakyat dan bangsa.

“Karena Pers Berwawasan tidak mungkin lepas dari lingkungannya, jadi harus membela bangsanya. Ini bukti kita, wartawan berjiwa patriotik. Ingat kita tidak bekerja di ruang hampa,” tegasnya.

Sembari menyampaikan PWI lahir di penduduk Belanda pada 9 Februari 1946 di Surakarta atau di Solo, saat itu beranggotakan 120 orang.

“PWI didirikan untuk ikut mempertahankan kemerdekaan bangsa,” tandasnya.

Untuk itu dirinya sangat berharap, peran wartawan turut ikut memajukan daerah. Caranya dengan mengekspos beragama potensi, baik kekayaan alam dan kemampuan SDM nya.

“Boleh mengkritik, tapi jangan sampai lupa untuk memberitakan hal positif di masing-masing daerahnya. Tidak mungkin semua negatif,” ujarnya.

“Hal itu membuktikan kecintaan kita atas daerah kita. Kita harus bangga, kita harus dukung lewat pemberitaan yang positif,” ujarnya.

Tapi tidak boleh hanya memberitakan kebaikan calon Bupati/Walikota sementang dari kampungnya. Itu bukan yang dimaksud berwawasan lingkungan.

“Pers itu untuk kepentingan publik, orang banyak, jadi memberitakan sepihak untuk satu calon tidak boleh, walau berasal dari satu kampung,” tegasnya.

Harus Berpikir Kritis & Berintegritas

Jadi wartawan dituntut berintegritas dalam menyajikan fakta informasi, yakni harus jujur dan adil serta memberikan kesempatan yang berimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam pemberitaan.

“Integritas adalah kejujuran dan bermoral, harus dibentuk wartawan. Integritas segalanya dalam menyajikan berita,” terang Ahmed Kurnia Soeriawidjaja dalam materinya Integritas, Senin (24/9/2024).

Integritas wajib dimiliki karena wartawan adalah guru bangsa, sebab tulisannya berdampak pada sosial.

Baca Juga  PWI Sumut Kembali Gelar UKW, Pendaftaran 28 September - 5 Oktober 2022

“Jadi informasinya harus terverifikasi, objektif dan akurat. Publik Trust (kepercayaan publik) pada media dapat dicapai jika wartawannya punya integritas,” tegas Pemred infopublik.org itu.

Namun untuk memiliki integritas tidak bisa instan, harus berproses dan terus belajar. Karena integritas itu dibentuk tidak sertamerta hadir sendiri.

Selain itu, wartawan dituntut berpikir kritis, punya kepekaan terhadap permasalahan disekitarnya yang berpihak untuk kepentingan masyarakat kecil.

Berani menggabarkan peristiwa sesuai fakta, tidak terpengaruh oleh agenda penguasa.

“Fakta tidak ada hubungannya dengan perasaan,” tandas Dr Dedi Syaputra dalam materinya Filosofi Profesi Wartawan, Senin (24/9/2024).

“Skeptis sejatinya wartawan, harus berpihak untuk kepentingan masyarakat,” tambah Wakil Dekan Universitas Medan Area (UMA) itu.

Dalam pemberitaan ada agenda publik, agenda media, dan agenda penguasa. Ketiga agenda ini bergulat untuk masing-masing kepentingan, dan sering yang memenangkan adalah agenda penguasa.

“Meski demikian, namun harus diingat Media harus berpihak untuk agenda publik. Karena sejatinya wartawan yang kritis untuk membela masyarakat,” tegas jebolan wartawan Waspada itu.

Dijelaskan pemateri M Nasir, skeptis adalah rasa keragu-raguan atas informasi yang diperoleh. Boleh mempercayai informasi jika telah menemukan buktinya.

“Jadi jika belum kritis, belum bisa merasakan sebagai wartawan yang benar. Kritis diperlukan untuk mengungkap fakta dan kebenaran yang tersembunyi” sebutnya, Selasa (24/9/24).

Ia juga berpesan tiga hal untuk memperoleh informasi yang akurat dalam penyajian berita, yakni:

  • Belum kritis, belum merasakan jiwa wartawan.
  • Saat wawancara kejar indikator, jangan berhenti dikata sifat.
  • Hindari kata sifat (opini) dalam penyajian berita, maksudnya mengunakan uraian detail untuk menggambarkan suatu peristiwa.

“Sebab kata sifat menyembunyikan fakta. Sementara kritis dapat mengungkap fakta dan kebenaran,” jelas M Nasir.

Wartawan juga harus multitasking, mampu melakukan banyak hal dalam satu waktu. Kemampuan ini diperlukan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan tuntutan zaman agar tak tertinggal.

“Perkembangan zaman menuntut kita harus mampu mengunakan banyak tools dalam menyajikan berita (informasi) di media sosial,” sebut Radityo Wicaksono dalam materinya Multitasking Jurnalis, Rabu (25/9/24).

Misalnya, wartawan harus bisa mengedit berita (editor), membuat video untuk media sosial, juga harus tetap mampu mengejar informasi untuk diolah menjadi berita.

“Jadi tiga tugas yang biasanya dikerjakan tiga orang ini, sekarang harus bisa dikerjakan satu orang agar media kita tidak kalah cepat dan tertinggal dengan media lainnya,” urainya.

Baca Juga  Pokja Wartawan Polres Langkat Karya PWI, Darwis: Wajar Beranggotakan PWI

Sembari mengingatkan kesibukan itu jangan sampai meninggal kebiasaan wartawan turun ke jalan untuk merasakan kegelisahan dan kerisauan masyarakat bawah.

“Karena keresahan sosial adalah tanggung jawab kita sebagai wartawan. Jadi harus pandai mengatur waktu dan tidak lupa istirahat juga tidur yang teratur,” pesan Radityo.

Termasuk dalam kemampuan mengunakan AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan untuk menunjang kinerja jurnalistik dan media agar lebih efisien turut diperlukan.

“AI dapat membantu tugas jurnalistik agar lebih mudah dan cepat. Kemampuan mengunakan AI harus dimiliki, jika tidak, dapat tertinggal dengan wartawan yang mampu mengunakannya,” terang Damar Juniarto dalam materinya mengenal AI dan Cara Pemakaiannya, Kamis (26/9/2024).

Hati Bersih Menguatkan Jejaring

Tak kalah penting, jejaring yang luas sangat memudahkan wartawan menjalani tugasnya untuk memperoleh informasi cepat dan akurat.

Seorang wartawan dituntut harus memiliki kemampuan membangun hubungan dengan banyak narasumber.

Setelah hubungan terjalin, harus dirawat dan dijaga silaturahminya.

“Kita harus bisa menjaga hubungan baik dengan narasumber, tidak sebatas antara wartawan dan narasumber saja,” terang Dr Aqua Dwipayana, Kamis (26/9/2024).

“Jika kita mampu, ini sangat bermanfaat bagi tugas wartawan, karena lebih mudah memperoleh informasi,” terangnya pada materi Membangun Jaringan Kerja Wartawan yang Berintegritas.

“Bahkan akan ada banyak peluang rezeki yang didapat, misalnya kita bisa mengkonekan (jadi koneksi) antara satu dengan lainnya,” tambahnya.

Berikut tips Dr Aqua untuk merawat silaturahmi dengan narasumber namun tetap menjaga integritas.

  • Pertama jangan sombong, harus memiliki etika, menghargai dan berperilaku sopan saat berinteraksi dengan narasumber.
  • Kedua jaga silaturahmi dengan sering berkabar, jangan hanya menghubungi narasumber saat ada keperluan saja.
  • Ketiga kenali latarbelakang narasumber dengan detail, agar saat berintegritas mudah mencari topik pembicaraan yang sesuai.

Selain itu, tegas Dr Aqua, seorang jurnalistik harus memiliki niat dan hati yang bersih dalam menjalankan tugasnya mencari berita.

Tujuannya agar informasi yang disajikan jujur, adil dan memiliki kredibilitas.

“Ingat, hati kita harus bersih sebagai wartawan. Memulai lah aktivitas dengan niat yang bersih,” sebutnya.

Dirinya yakin niat bersih memberikan dampak positif bagi diri sendiri, keluarga, dan hubungan dengan narasumber.

“Jangan ada niat meminta uang, narasumber bakal elergi dengan wartawan, apalagi sampai memeras. Percayalah rezeki sudah diatur Allah, kita harus bersyukur,” pesannya.(*)
Penulis : Anoriyan Yusuf

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

Contact Us